tajam terpercaya

Inilah 4 Alasan Mengapa Perkawinan Anak Sebabkan Stunting!

Advertisements
Advertisements

liputanntb.com – Di sebuah desa terpencil di Lombok Utara, seorang gadis muda bernama Rina, baru berusia 16 tahun, dipaksa untuk mengikat janji seumur hidup dengan seorang pria yang jauh lebih tua darinya. Rina belum siap, baik secara fisik maupun emosional, namun ia terpaksa menerima pernikahan itu karena tekanan keluarga dan tuntutan tradisi. Hanya beberapa bulan setelah pernikahan, Rina hamil. Tubuhnya yang masih belia, yang seharusnya menikmati masa remaja, kini harus menanggung beban yang terlalu berat. Tanpa akses ke perawatan medis yang memadai, Rina melahirkan seorang bayi dengan berat badan rendah dan kondisi kesehatan yang memprihatinkan. Karena faktor ekonomi, Rina tidak rutin melakukan perawatan pasca melahirkan. Suami Rina yang hanya lulusan SMP dengan pekerjaan buruh lepas, tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga berdampak pada pemenuhan gizi sang anak – sebuah kondisi yang kemudian dikenal sebagai stunting.

3628279735105432 google.com, pub-3628279735105432, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Ketika anak menikah dengan seseorang yang jauh lebih tua, perbedaan usia ini sering kali menciptakan ketidakseimbangan dalam relasi, di mana anak perempuan tidak memiliki kontrol atas dirinya, termasuk keputusan terkait kesehatan dan perawatan kehamilan yang ia butuhkan. Ini membuka jalan bagi risiko kesehatan yang sangat besar, baik bagi ibu maupun bayi.

Dalam acara UNU LiterAction! yang diadakan di SMAN 1 Kayangan, Lombok Utara (11/2), Husna Fatayati, Komisioner KPID NTB, dengan tegas menyampaikan, “Perkawinan anak lebih dari sekadar kehilangan masa muda. Perkawinan anak membawa dampak serius bagi kesehatan, yang bisa menghancurkan masa depan generasi berikutnya.”

Dalam pemaparannya, Husna mengungkapkan mengenai 4 alasan perkawinan anak menyebabkan stunting :

1. Kehamilan Dini dan Risiko Kesehatan

Anak perempuan yang menikah pada usia muda sering kali menghadapi komplikasi saat hamil. Organ tubuh mereka belum sepenuhnya matang untuk mendukung kehamilan, yang dapat mengakibatkan kekurangan gizi bagi ibu hamil dan janin. Kehamilan yang tidak sehat ini berisiko menyebabkan stunting pada bayi yang lahir. Sebuah studi oleh UNICEF, “The State of the World’s Children 2020,”menunjukkan bahwa perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun lebih rentan terhadap anemia, yang dapat berkontribusi pada kelahiran prematur dan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), sebagai faktor utama penyebab stunting.

2. Pendidikan yang Terhambat

Perkawinan anak sering kali menyebabkan anak perempuan keluar dari sekolah dan berhenti melanjutkan pendidikan. Hal ini tidak hanya membatasi kesempatan mereka untuk berkembang secara sosial dan intelektual, tetapi juga mengurangi pemahaman mereka tentang pola hidup sehat dan gizi yang baik. Maka, anak-anak yang ibunya tidak menyelesaikan pendidikan dasar lebih berisiko mengalami stunting. Pendidikan adalah kunci untuk memahami pentingnya kesehatan dan pemenuhan gizi yang baik bagi anak-anak mereka.

Husna memaparkan hubungan erat antara Perkawinan Anak dengan Stunting

3. Kondisi Sosial Ekonomi yang Tidak Stabil

Akibat pendidikan yang terputus juga menyebabkan sulitnya mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Tanpa dukungan yang cukup dari segi finansial dan sosial, kesulitan untuk memberikan perawatan yang memadai bagi anak-anak mereka semakin besar. Kondisi ekonomi yang buruk berhubungan langsung dengan tingkat gizi yang rendah pada anak, yang berkontribusi pada terjadinya stunting. Ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak, seperti makanan bergizi dan akses ke perawatan medis, menyebabkan anak-anak tumbuh dalam kondisi yang tidak optimal.

4. Tanggung Jawab yang Berat di Usia Muda

Menjadi ibu di usia muda membawa beban mental dan emosional yang besar. Stres dan tekanan dari tanggung jawab yang belum seharusnya mereka tanggung bisa mempengaruhi kesejahteraan fisik dan mental mereka. Stres berkepanjangan dapat mempengaruhi pola asuh anak, bahkan kualitas perawatan yang diberikan kepada bayi, yang pada gilirannya berkontribusi pada stunting. Anak yang dibesarkan dalam kondisi emosional yang tidak stabil lebih berisiko untuk mengalami gangguan perkembangan.

Baca juga : Perkawinan Anak : Ketika Tradisi Menyimpang dari Tujuan

Muhammad Yaqub, S.H.I., M.E, Ketua Program Studi Ekonomi Islam UNU NTB, menambahkan apa yang disampaikan oleh Husna, bahwa pendidikan adalah kunci utama dalam mencegah perkawinan anak dan stunting. “Pendidikan bukan hanya memberi pengetahuan, tetapi juga memberikan kekuatan untuk mengubah masa depan. Melalui kegiatan seperti UNU LiterAction! ini kami berharap dapat mendorong kesadaran dan perubahan positif di kalangan pelajar, agar mereka tidak hanya memahami bahaya perkawinan anak, tetapi juga menjadi agen perubahan yang aktif dalam masyarakat mereka,” ujarnya dengan penuh semangat.

Lebih lanjut, Yaqub juga mengajak para pelajar untuk melihat lebih dekat pada Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) NTB sebagai pilihan untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka. “UNU NTB tidak hanya menyediakan pendidikan berkualitas, tetapi juga berkomitmen pada pembentukan karakter yang kuat, yang tidak hanya berfokus pada aspek akademis, tetapi juga pada nilai-nilai kemanusiaan dan sosial yang sangat relevan dengan tantangan zaman saat ini”, lanjutnya.

Saat ini, UNU NTB memiliki 11 Program Studi dengan akreditasi Baik Sekali, yang siap menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten dan siap bersaing di dunia profesional. Program-program studi tersebut meliputi: