Liputanntb.com – Sebelumnya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebut Nadiem sebagai menteri yang kurang paham dunia pendidikan karena tidak memiliki latar belakang di bidang tersebut dan jarang memantau permasalahan di daerah. Seperti dilansir lpkpkntb.com.
Sementara, Iman Zanatul Haeri menilai program Guru Penggerak sejatinya dirancang untuk membantu guru-guru menyosialisasikan Kurikulum Merdeka, yang dianggap sulit dipahami oleh banyak guru di Indonesia. Namun, Iman menilai ada beberapa masalah dalam kebijakan ini.
Kepala Bidang Advokasi Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G), Iman Zanatul Haeri, menilai banyak program dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim yang belum berjalan optimal. Salah satunya, ialah program “Guru Penggerak”
“Program Guru Penggerak, yang seharusnya membantu guru-guru menjadi lebih profesional, malah mengalami ketidakseimbangan. Anggaran untuk program ini sangat besar, mencapai sekitar Rp 3 triliun, sementara anggaran untuk pendidikan profesi guru yang diatur dalam Undang-Undang Guru dan Dosen 2005 sangat minim, hanya puluhan miliar rupiah,” ungkap Iman dalam program “Beritasatu Utama” yang disiarkan BTV, Senin (9/9/2024).
Menurutnya, anggaran yang besar untuk Program Guru Penggerak tidak sebanding dengan manfaat yang dirasakan.
“Dalam pelatihan guru penggerak, biaya per guru mencapai Rp 19 juta hingga Rp 21 juta. Namun, guru-guru yang mengikuti program ini belum bisa dianggap profesional tanpa pelatihan Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang sesuai,” jelasnya.
Iman juga menyoroti ketidaksesuaian antara kebijakan dan realitas di lapangan.
“Saat ini, ada sekitar 1,6 juta guru yang masih mengantre untuk mendapatkan pelatihan PPG. Namun, program-program seperti PPG yang harus melalui aplikasi buatan Nadiem malah menyebabkan keluhan di kalangan guru,” tambahnya.
Ia mengingatkan beberapa guru bahkan mengalami kelelahan hingga meninggal dunia karena harus mengikuti program PPG secara online.
“Ini harus menjadi peringatan bagi Kemendikbud Ristek untuk lebih memahami akar masalah dalam pendidikan kita,” katanya