Sekotong, 22 Januari 2025 – Universitas Nahdlatul Ulama NTB (UNU NTB) kembali menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bencana alam melalui program UNU LiterAction!. Bertempat di SMAN 1 Sekotong, kegiatan ini memperkenalkan konsep Teknik 20-20-20, sebuah metode praktis yang dirancang untuk menyelamatkan nyawa masyarakat pesisir dari ancaman tsunami.
Acara ini melibatkan tiga tokoh akademik UNU NTB dengan keahlian di bidang masing-masing, yakni Sunardi, S.Kom., M.T. (Ketua Program Studi Sistem Informasi), Taufikul Hadi, S.T., M.Eng. (Dekan Fakultas Teknik), dan Ust. Herjan Hariyadi, S.Pd., M.Pd. (Ketua Program Studi PGSD). Mereka memberikan wawasan komprehensif yang saling melengkapi, mulai dari penggunaan teknologi, perencanaan infrastruktur, hingga pentingnya pendidikan mitigasi sejak dini.
Teknik 20-20-20 yang diperkenalkan kepada siswa dan guru SMAN 1 Sekotong mencakup tiga langkah sederhana namun sangat penting: jika merasakan gempa selama lebih dari 20 detik, segera evakuasi ke tempat aman dalam waktu kurang dari 20 menit, dan pastikan lokasi evakuasi berada di ketinggian minimal 20 meter dari permukaan laut. Metode ini dirancang agar mudah dipahami oleh berbagai kalangan, termasuk anak-anak, lansia, dan masyarakat umum.
Dalam pemaparannya, Sunardi, S.Kom., M.T. menekankan pentingnya pemanfaatan teknologi dalam mitigasi bencana. “Teknologi memiliki peran penting dalam menyelamatkan nyawa. Dengan memanfaatkan aplikasi mobile berbasis peringatan dini, masyarakat dapat menerima notifikasi secara real-time terkait ancaman tsunami. Selain itu, teknologi geospasial dapat digunakan untuk memetakan jalur evakuasi dan lokasi aman secara efektif,” ujar Sunardi. Ia juga menambahkan bahwa pengembangan sistem informasi berbasis lokal sangat diperlukan agar informasi lebih mudah diakses oleh masyarakat pesisir.
Dukungan ini kemudian dikuatkan oleh pandangan Taufikul Hadi, S.T., M.Eng., yang menyoroti pentingnya infrastruktur yang tangguh. Menurutnya, edukasi tentang mitigasi bencana harus diimbangi dengan pembangunan fisik yang memadai. “Shelter tsunami atau tempat evakuasi darurat harus tersedia di lokasi strategis dengan akses yang mudah dijangkau masyarakat. Selain itu, jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda yang jelas. Bangunan juga harus dibangun dengan material tahan gempa, seperti kayu, yang terbukti lebih aman saat gempa besar Lombok tahun 2018,” jelas Taufik
Sementara itu, Ust. Herjan Hariyadi, S.Pd., M.Pd. menggarisbawahi pentingnya pendidikan mitigasi sejak usia dini. Ia menyebut bahwa sekolah memiliki peran vital sebagai pusat edukasi mitigasi. “Anak-anak adalah agen perubahan di masyarakat. Dengan memahami Teknik 20-20-20 dan terlibat aktif dalam simulasi bencana di sekolah, mereka tidak hanya belajar untuk melindungi diri sendiri, tetapi juga membantu keluarga dan orang-orang di sekitar mereka,” ujar Ust. Herjan. Menurutnya, kegiatan ini juga menanamkan nilai kemandirian, keberanian, dan kepedulian sosial yang sangat penting dalam menghadapi situasi darurat.
Kegiatan ini juga diisi dengan diskusi interaktif antara siswa, guru, dan pemateri. Salah satu siswa bertanya tentang potensi megathrust di wilayah Palung Jawa, yang pernah menjadi perbincangan serius di kalangan ahli geologi. Pertanyaan ini mengingatkan peserta akan presentasi Prof. Ron Harris di Kampus UNU NTB beberapa tahun silam. Saat itu, Prof. Harris menjelaskan tentang potensi gempa besar di Palung Jawa yang dapat memicu tsunami dahsyat. Meski sempat memicu kekhawatiran, peringatan tersebut menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan.
Para pemateri juga menekankan pentingnya membangun kesadaran kolektif dalam masyarakat. “Kita sering kali denial terhadap peringatan para ahli, hingga saat bencana benar-benar terjadi, barulah kita menyesal karena tidak bersiap,” kata Taufikul. Ia menambahkan bahwa mitigasi bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.