Ia menyoroti ketidaksesuaian antara jadwal seleksi dengan kalender akademik, serta proses wawancara yang dianggap tidak substansial.
“Ada teman yang disuruh menyanyi saat wawancara, padahal portofolionya bagus. Ini sangat menyakiti teman-teman seniman dan budayawan,” ujarnya
Selain itu, banyak pelamar melaporkan kesulitan teknis selama proses seleksi, seperti kerusakan situs web pada hari-hari penting wawancara, yang menunjukkan lemahnya kesiapan infrastruktur.
Kondisi ini mempertegas persepsi bahwa pengelolaan program beasiswa ini dilakukan secara tidak profesional dan tidak efisien.i
Hingga Januari 2025, penambahan kuota yang dijanjikan belum terealisasi. Para pelamar merasa “di-prank” oleh janji tersebut dan menuntut transparansi serta kepastian dari pihak terkait.
Mereka berharap pemerintah segera memberikan solusi konkret agar proses pendidikan mereka tidak terganggu.
Menanggapi situasi ini, sejumlah pelamar berencana mengajukan petisi kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan melaporkan ke Ombudsman, menuntut transparansi dan evaluasi menyeluruh terhadap proses seleksi BPI 2024.
Mereka berharap adanya perbaikan sistem seleksi di masa mendatang agar lebih adil dan profesional.