Ketua Umum Sasaka Nusantara, Lalu Ibnu Hajar, mengkritik tindakan Polres Lombok Tengah terkait penahanan Alus Darmiah, seorang ketua organisasi masyarakat (ormas) di wilayah tersebut. Penahanan ini didasarkan pada dugaan pelanggaran Pasal 335 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Namun, Lalu Ibnu Hajar menilai bahwa penahanan tersebut terkesan sewenang-wenang dan tidak mempertimbangkan prinsip keadilan serta ketentuan hukum yang berlaku.
Pasal 335 ayat (1) KUHP mengatur tentang perbuatan memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Namun, frasa “perbuatan tidak menyenangkan” dalam pasal tersebut telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui Putusan Nomor 1/PUU-XI/2013 karena dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum.
Dalam kasus Alus Darmiah, pernyataannya yang berbunyi, “Jal hukum begitu sudah basi, jal. Anda di sini hanya pekerja, ton. Selesai isik ku laun,” dianggap tidak memenuhi unsur kekerasan atau ancaman kekerasan sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 335 ayat (1) KUHP setelah putusan MK tersebut. Oleh karena itu, dasar hukum untuk penahanan Alus Darmiah menjadi dipertanyakan.
Selain itu, Lalu Ibnu Hajar menyoroti bahwa Polres Lombok Tengah tidak mengedepankan pendekatan restorative justice sesuai dengan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021. Restorative justice menekankan penyelesaian perkara pidana dengan melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat untuk mencapai keadilan bagi semua pihak.
Berdasarkan hal-hal tersebut, Ketua Umum Sasaka Nusantara mendesak Polres Lombok Tengah untuk menghentikan proses hukum terhadap Alus Darmiah dan mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Langkah ini dianggap penting untuk menjamin kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.