Liputanmtb.com – Mataram, — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemprov NTB) menunjukkan komitmen serius dalam memperkuat perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, menyusul mencuatnya kasus dugaan pencabulan terhadap 22 santri oleh oknum pimpinan sebuah pondok pesantren di Kekait, Lombok Barat, yang dikenal publik sebagai Kasus Walid Lombok.
Baca Juga: Kasus Penganiayaan Bukran Efendi di Sunset Land Mandek, Kuasa Hukum Ancam Protes ke Kapolri
Menindaklanjuti arahan Gubernur NTB Dr. H. Lalu Muhammad Iqbal, Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB Dr. H. Ahsanul Khalik bersama tim Pekerja Sosial dan Kepala UPTD PPA DP3AP2KB NTB menggelar pertemuan dengan Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi. Pertemuan ini turut melibatkan unsur aliansi Stop Kekerasan Seksual NTB.
Dalam pertemuan tersebut, disepakati empat langkah strategis utama:
1. Prioritaskan Rasa Aman untuk Korban
Korban diimbau untuk segera mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Langkah ini penting agar para korban terlindungi dari tekanan, intimidasi, dan ancaman selama proses hukum berlangsung.
2. Pendampingan Sosial dan Psikologis Terintegrasi
Dinas Sosial NTB bersama UPTD PPA DP3AP2KB menyatakan kesiapan untuk memberikan pendampingan menyeluruh. Pendampingan ini meliputi rehabilitasi sosial oleh pekerja sosial serta pemulihan trauma melalui konseling dan terapi oleh psikolog profesional.
3. Tracing Santri dan Penjaminan Hak Pendidikan
Tracing dilakukan terhadap para santri yang telah kembali ke keluarga guna memastikan tidak ada korban tambahan yang belum terungkap. Selain itu, Pemprov NTB menjamin hak pendidikan para korban. Dinas Sosial siap memfasilitasi proses kepindahan ke lembaga pendidikan yang lebih aman, bekerja sama dengan Kanwil Kementerian Agama NTB.
4. Usulan Pembentukan Satgas Pengawasan Asrama Pesantren
Menanggapi lemahnya sistem pengawasan di lingkungan asrama pesantren, diusulkan pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan dan Pembinaan Asrama. Satgas ini diharapkan mampu melakukan deteksi dini, mencegah kekerasan seksual, serta mengawasi kelayakan dan kenyamanan asrama bagi santri.
Pemprov NTB menegaskan pentingnya kehadiran negara dalam memastikan perlindungan anak, keadilan hukum, dan ruang aman bagi seluruh peserta didik, termasuk di lingkungan pesantren.